TOPIKINDONESIA.ID, BANDARLAMPUNG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penyitaan terhadap satu Unit Rumah di daerah Bataranila Provinsi Lampung dan satu unit Gudang didaerah Sukabumi Kota Bandarlampung, pada perkara korupsi pengadaan benih jagung di Provinsi Lampung tahun anggaran 2017.
Diketahui, sebelumnya Kejati Lampung telah menetapkan tiga tersangka korupsi pengadaan benih jagung masing-masing berinisial EY, HRR dan IMA. EY dan HRR diketahui sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. Sementara IMA adalah dari pihak swasta.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Andrie W Setiawan mengatakan, penyidik dari pidsus hari ini telah melakukan penyitaan dari tersangka pengadaan benih jagung itu.
“Penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung dalam perkara dugaan tinak pidana korupsi pengadaan bantuan benih jagung Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian Republik Indonesia untuk Provinsi Lampung Tahun 2017 telah menyita rumah dari tersangka sebagai penyedia benih,” kata Andrie W Setiawan, di ruang Penkum Kejati Lampung, Kamis (7/5/2021) sore.
Menurutnya, Penyitaan itu dilakukan sebagai salah satu upaya penyidik untuk mengejar pemulihan/pengembalian kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dan penyitaan didasari atas penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A Bandar Lampung Nomor: 8/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN.TJK. dan Nomor: 9/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN.TJK.
“Saat ini belum ada penambahan tersangka baru,” kata Andrie.
Untuk diketahui, Kejati Lampung pada sebelumnya telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan benih jagung di Provinsi Lampung tahun anggaran 2017.
Tiga tersangka korupsi pengadaan benih jagung masing-masing berinisial EY, HRR dan IMA. EY dan HRR diketahui sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. Sementara IMA adalah dari pihak swasta.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Andrie W Setiawan mengatakan, perbuatan korupsi tersangka diduga telah merugikan negara sebesar Rp 8 miliar.
“Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan RI,” kata Andrie melalui siaran pers yang diterima Topikindonesia.id, Kamis (25/3/2021).
Tiga tersangka disangkakan pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 20 Tahun penjara.
Awalnya, kasus ini berasal dari adanya program pemerintah melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia di tahun 2017.
Pemerintah Provinsi Lampung kemudian melalui Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura mengajukan proposal ke Dirjen Tanaman Pangan.
Dari pengajuan tersebut, Provinsi Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp.140.000.000.000. Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Kementerian Pertanian mensyaratkan agar uang tersebut dipergunakan / dibelanjakan untuk benih varietas hibrida (pabrikan) sebanyak 60% dari nilai anggaran dan benih varietas hibrida balitbangtan sebanyak 40% dari nilai anggaran tersebut.
Atas pelaksanaan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, PPK melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 (dua) belas kontrak dalam 5 (lima) tahapan kegiatan dengan jenis benih varietas yang diadakan sebanyak 9 (sembilan) jenis benih varietas hibrida dan salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas balitbang dengan merek BIMA 20 URI.
Dalam penunjukan penyedia varietas benih jagung balitbangtan, PPK kemudian menunjuk PT DAPI yang mengaku sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT ESA untuk Provinsi Lampung dengan pelaksanaan kontrak sebanyak 2 (dua) kali dengan nilai kontrak sebesar lebih kurang Rp.15.000.000.000 yang dialokasikan untuk lebih kurang 26.000Ha lahan tanam dengan jumlah benih sebanyak 400 kg.
Hal ini tersebar di Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara.
“Dalam proses penyidikan diperoleh fakta bahwa PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI melainkan proses yang terjadi didalam proses pengadaan hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA dan dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk dalam hal ini PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (sertifikat kadaluarsa / sertifikat tumpang tindih),” ungkap Andrie.
Perkara ini berawal dari kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh penyelidik Kejaksaan Agung dengan menggunakan sumber informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian.
Dalam temuan tersebut tertuang adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI karena benih melebihi batas masa edar / kadaluarsa dan benih tidak bersetifikat senilai lebih kurang Rp 8 miliar. (Fik/TI)