Keluh Kesah Pedagang Bandar Lampung Selama PPKM

TOPIKINDONESIA.ID – Pemerintah kembali memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3, 2 dan 1, hingga 14 Februari 2022 mendatang.

Menanggapi hal ini, Santo, seorang pedagang pecel lele, mengeluhkan keputusan pemerintah tersebut.

Baca juga

Dipantau Kapolri Melalui Vidcon, Polda dan Polresta Bandar Lampung Lakukan Vaksinasi Serentak

Santo mengatakan, akibat penerapan PPKM di Kota Bandar Lampung, pendapatnya dari berdagang pecel lele menurun hingga 70 persen.

Penurunan omzet yang didapat Santo ini terjadi karena jam operasional berdagang di jalan Yos Sudarso dibatasi pemerintah, membuat jumlah pelanggan yang datang menurun.

“Selama masa PPKM ini, sangat sepi sekali pelanggan. Saya bukanya jam 17.00 Wib dan tutup jam 00.00 Wib karena sepi. Biasanya saya tutup bisa sampai jam 2 jam 3,” kata Santo.

Baca juga

Kapolresta Bandar Lampung Ajak Personil jadi Sosok Penolong bagi Masyarakat

Ia menjelaskan, sepinya pelanggan dikarenakan dibatasinya jam operasional tempat hiburan malam (THM) seperti karaoke.

“Itu kan pengaruh banget (THM). Karena kadang kan kalau tamu-tamu karaoke itu atau PL-PL nya pas udahan, mampir makan. Apalagi harga sembako mulai naik, dagangan nggak laku. Iya kalau dibantu sembako, ini nggak ada,” keluh Santo.

Hal yang sama juga dirasakan oleh pedagang lain yang enggan menyebutkan namanya.

Pedagang tersebut menerangkan sepinya pedagang karena jam operasional yang sangat singkat. Sehingga, membuat jumlah pembeli yang datang sangat berkurang drastis daripada sebelumnya.

Baca juga

Dana Bos SMAN 1 Pringsewu Diduga Di Mark Up, Waka Kesiswaan Tak Bisa Jawab

“Pukul 17.00 saya buka. Dari buka sampai tengah malam (00.00 Wib) masih sepi, paling yang beli 1 sampai 5 orang aja. Kalau waktu normal, lumayan lah. Saya juga mengandalkan yang makan dari para tamu karaoke-karaoke. Ini saya tutup kadang jam 23.00 Wib, kadang masih nunggu sampai jam 01.00 Wib nekat aja bukanya siapa tau ada yang masih beli,” timpal pedagang lain yang ikut mengomentari keputusan perpanjangan PPKM.

Meski kurang mendukung keputusan pemerintah memperpanjang PPKM, namun dua pedagang tersebut mengakui mau tidak mau harus tetap mentaatinya.

“Memang dampak PPKM bagi kami pedagang ini sangat besar, tapi selama itu untuk kepentingan masyarakat, ya kita jalani saja,” imbuhnya.

Pedagang tersebut berharap, kedepannya pemerintah dapat mengambil keputusan yang tidak menyusahkan masyarakat kecil.

“Semoga Covid-19 cepat selesai, kalaupun masih harus PPKM, tolonglah pemerintah memikirkan kami yang bekerja sebagai pedagang ini,” tuturnya.

Sementara pedagang angkringan, rahmat, berkeluh kesah. Dia mengaku sejak buka belum ada pembeli, karena memang biasa berjualan malam hari.

“Ini sepi pak, tidak ada yang beli dari buka. Jalanan juga sepi karena pembatasan jam oleh Walikota,” ujar Rahmat yang berjualan di daerah lungsir, Telukbetung.

Hal yang sama juga diungkapkan Budi. Pedagang nasi goreng ini berharap Walikota memberikan kelonggaran batas waktu jam operasional.

Baca juga

Hasilkan Tatib dan Penetapan Pansel, Pemilihan Ketua IJP Ditetapkan Tanggal 18 Februari 2022

“Jangan sampai adanya PPKM ini, memunculkan masalah baru. Bukannya pandemi covid-19 yang dikendalikan, tapi justru rumah sakit jiwa yang penuh. Karena banyak pedagang seperti kami ini yang stres,” kata Budi.

Saat ini, lanjut dia, banyak pedagang yang sudah lama tidak berjualan. Sehingga banyak kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi.

“PPKM terutama batas jamnya ini sangat merugikan kami,” ujarnya.

“Kalau kami disuruh tutup, pemerintah juga harus memberikan kompensasi kepada kami. Kami ini ada yang punya anak kecil, belum lagi mereka yang punya hutang. Kan kasihan juga mereka,” ungkapnya.

Kondisi hampir sama dialami pedagang di jalan antasari. Mereka sangat ingin berjualan. Sebab, tidak semua pedagang dilarang berjualan hingga larut malam. Masih banyak titik keramaian yang harus diperhatikan.

“Seharusnya yang dibubarkan dan dilarang itu kerumunannya. Bukan pedagangnya yang dilarang berjualan. Kenapa razia gugus tugasnya selalu diatas jam 10 malam. Lainnya dibiarkan bebas kalau siang. Kalau satu tutup ya tutup semua. Kami hanya ingin berjualan. Banyak ruginya selama PPKM ini. Kami hanya ingin berjualan, ada karyawan yang menggantungkan hidup dari usaha saya,” ujar pria penjual makanan angkringan ini.

Di sisi lain, kalangan pelaku usaha THM di Bandar Lampung juga mengeluhkan menyusutnya omzet sebagai imbas diterapkannya PPKM yang sangat ketat di Kota Bandar Lampung.

Pengusaha kafe dan karaoke misalnya, menyebut omzet penjualan mereka anjlok 50-70 persen.

Baca juga

Meski jadi Penasehat Khusus, Alzier Belum Putuskan Bergabung ke Partai Demokrat

Menurut salah satu pengusaha THM yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, penurunan omzet sudah terjadi sejak penerapan PPKM.

Diakuinya, Pemkot Bandar Lampung maupun Pemprov Lampung memang sudah memberikan kelonggaran dibukanya cafe dan karaoke, namun jam operasionalnya dibatasi.

“Awalnya kan nggak boleh buka, kemudian karena ada penurunan angka pasien covid, kita diberi kelonggaran untuk bisa buka tapi tutup jam 22.00 Wib,” ungkapnya.

Dengan batas waktu jam operasional tersebut, kata dia, dengan sangat terpaksa otomatis mengurangi jumlah karyawan yang bekerja, lantaran dengan omset yang rendah dampaknya adalah karyawan pasti akan menerima bayaran yang berbeda pula.

“Kita kan sudah menerapkan prokes yang ketat. Para tamu yang datang pun pasti dicek terlebih dahulu. Karyawan juga selalu dilakukan pengecekan swab. Kalau begini terus, lama-lama kita bisa bangkrut, tamu-tamu pasti pada pindah keluar Bandar Lampung,” ujarnya.n

Diakuinya bahwa untuk pebisnis THM dengan batas jam operasional hanya sampai pukul 22.00 Wib, membuat tidak adanya tamu, baik itu di cafe maupun karaoke.

“Sebenarnya kan dengan adanya PPKM ini hanya harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kita buka sore, kenapa? Karena kan kebanyakan orang-orang sore itu pada baru pulang kerja,” imbuhnya.

Untuk itu, para pengusaha THM berharap rencana pemerintah yang akan memperpanjang pelaksanaan PPKM adalah untuk memberikan kelonggaran jam operasional. Permintaan pelonggaran jam operasional tersebut sangat diharapkan, mengingat selama ini protokol kesehatan dan pelaksanaan 3M sudah dilakukan dengan sangat ketat.

“Mengingat ketatnya prokes di THM, kami mengharapkan bu Walikota Bandar Lampung agar tutupnya bisa dipertimbangkan kembali. Berikan kami kelonggaran, karena kasihan dengan karyawan-karyawan dan pekerja malam, mereka juga butuh makan. Apalagi yang lebih kasihan yang THM dan angkringan yang kena segel. Jadi kami berharap ada hati nurani dari bu Walikotanya lah,” harapnya.

Sementara itu, berdasarkan pantauan di lapangan di siang hari, di salah satu rumah makan tampak ramai pengunjung. Berbeda halnya dengan malam hari, yang mobilitas orang lebih dikit daripada siang hari.

Baca juga

Komisi V DPRD Lampung Asih Fatwanita Minta Masyarakat Tidak Berlebihan Menyikapi Omicron, Ini Mutasi Covid-19 Paling Ringan Gejalanya

Sebagaimana diketahui bahwa Kota Bandar Lampung saat ini berada pada PPKM level 1. Gugus Tugas Kota Bandar Lampung, selama bulan Januari 2022 telah menyegel sekitar 14 tempat usaha seperti cafe, karaoke dan angkringan.

Penyegelan tersebut dilakukan karena melebihi batas jam operasional berdasarkan instruksi Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana. (OCR)

Loading