TOPIKINDONESIA.ID, LAMPUNG BARAT – NGo (Non-Governmental Organization) Lampung Analytica, menyoroti pencapaian kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Barat yang disampaikan dalam rapat paripurna tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ-Kada) Tahun Anggaran 2020 pada, Senin (7/6/2021) lalu.
Koordinator Lampung Analytica, M. Andrean Saefudin, menyampaikan catatan terhadap beberapa isu strategis yang penting untuk menjadi perhatian bersama, baik itu Bupati, Anggota DPRD dan terutama masyarakat Lampung Barat dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ-Kada) Tahun Anggaran 2020, menyangkut pengelolaan keuangan daerah dan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib, akuntabel, dan transparan agar tujuan utama mewujudkan good goverment dan clean goverment dapat terwujud” ujar Andre, Sabtu (12/6/2021).
Untuk itu, pihaknya mencermati Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ-Kada) Lampung Barat Tahun Anggaran 2020 yang di sampaikan oleh Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus, tentu ini patut diapresiasi, sekaligus kritik agar tidak hanya berorientasi pada Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Meskipun berdasarkan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kabupaten Lampung Barat telah menyajikan informasi secara wajar dalam laporan keuangan, M. Andrean, menjelaskan, opini WTP merupakan salah satu cara untuk menilai bagaimana keuangan daerah dikelola.
“Tetapi bukan berarti bersih dari korupsi,” tegas dia.
Menurutnya, audit BPK punya keterbatasan untuk menemukan adanya tindak pidana korupsi ataupun penyelewengan. Namun, lanjut Advokat Muda ini menjelaskan, masih ada pengecualian. Yakni untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
“Selama ini, audit BPK itu hanya mengaudit soal administrasi, ketertiban penggunaan saja. Tapi, belum mendalami bagaimana keuangan daerah agar tidak dialihkan atau dikondisikan untuk membiayai proyek yang bukan prioritas daerah,” tegasnya.
Hal ini menurutnya, berkaitan dengan kurang sinkronnya hasil audit tahun sebelumnya dengan pelaksanaan anggaran selanjutnya. Namun, mereka tetap hargai sebagai upaya untuk menata keuangan daerah.
“Hanya saja opini WTP tak bisa dijadikan justifikasi oleh Bupati, bahwa Lampung Barat bebas korupsi, tidak ada suap, tidak ada penyelewengan pembangunan infrastruktur, tidak ada penggiringan kebijakan,” beber dia.
Ini karena, sudah ada beberapa kejadian terkait kasus dugaan korupsi. Misalnya, dalam Kasus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pesagi Mandiri Perkasa, polemik penyaluran Bantuan Sosial (Bansos), dan pengelolaan Dana Desa.
“Tiga indikator itu menjadi tanda-tanda bahwa korupsi masih terjadi dan dimainkan secara sembunyi-sembunyi,” tandasnya.
Lebih lanjut Andre mengatakan, jika melihat fakta-fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Lampung Barat turun signifikan dan mengalami kontraksi -1,14 % dibanding tahun sebelumnya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami kenaikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masuk dalam katagori sedang yaitu 67,80. Menurut Andre, jangan menjadikan opini WTP sebagai jualan Pemkab bahwa kinerjanya bagus.
Pasalnya, 11 kali Lampung Barat mendapatkan Opini WTP dari BPK, tapi anggaran pelayanan publiknya sedikit, dan terdapat sisa belanja atau SILPA yang begitu besar, yakni Rp.57,25 Miliar lebih, belum lagi jika kita menyoal penyaluran Dana Hibah TA 2020.
Sementara itu, lanjut Andre untuk Anggota DPRD Lampung Barat, harus mempu menjaga kepercayaan publik dengan menghindarkan diri dari penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan kinerja nyata sebagai Wakil yang mengatasnamakan Rakyat.
“Jika para Anggota DPRD Lampung Barat tidak segera berbenah, bukan hanya membuat kredibilitas DPRD Lampung Barat makin jatuh, tapi juga dapat membuat masyarakat Lampung Barat apatis untuk berpartisipasi pada Pemilu 2024 mendatang dan Kami, menyarankan kepada masyarakat Lampung untuk 2024 mendatang, agar memilih wakil yang memiliki kompetensi dan mampu memberikan perbaikan,” jelasnya.
Sebab, kata Andre, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, dan bagi legislatif maupun eksekutif yang duduk mewakili rakyat harus jadi suara rakyat, bukan sebaliknya main aman.
“Masyarakat memberikan kekuasaan pada wakil rakyat yang menduduki lembaga legislatif maupun eksekutif untuk melaksanakan keinginan dan melayani rakyat, bukan sebaliknya,” tegas Andre. (Fik/TI)