TOPIKINDONESIA.ID, BANDARLAMPUNG – Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin kembali menjadikan tersangka di kasus yang berbeda. Kali ini Kejaksaan menetapkan sebagai tersangka kasus dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Alex Noerdin menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019. Alex Noerdin langsung ditahan, pada 16 September 2021.
Hal itu diketahui, pasca Kejagung melakukan konferensi pers secara virtual, Rabu (22/9/2021) malam.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam konferensi pers via zoom itu mengatakan, Kejati Sumsel, telah menetapkan tersangka sebanyak 3 orang, dalam kasus pemberian dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.
Ketiganya adalah Alex Noerdin mantan Gubernur Sumsel, mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Negara (BPKAD) Laoma L Tobing sebagai tersangka kasus dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang
“Itu dana hibah berasal dari APBD Sumsel tahun 2015 dan 2017. Kepada yayasan wakaf Masjid Sriwijaya Palembang,” ungkap Leonard.
Jadi, kata Kapuspenkum, dalam kasus itu, bahwa pemerintah Sumsel telah menyalurkan dana hibah wakaf Masjid Sriwijaya Palembang dua termin. Yakni pada tahun 2015 menggunakan APBD sebesar 50 M. Dan di tahun 2017 APBD 80 Miliar yang digelontorkan.
“Penganggaran itu tidak sesuai Undang-Undang, karena tidak melalui pengajuan proposal, hanya dari perintah AN sebagai gubernur Sumsel
Dan alamat hibah itu tidak di Sumsel tapi di Jakarta. Lahan itu juga sebagian milik masyarakat,” ungkap Mantan As Intel Kejati Lampung itu.
Leonard juga menyebutkan, bahwa Pembangunan masjid tersebut juga tidak selesai.
“Akibatnya negara dirugikan sekitar 130 M,” tegasnya.
Diketahui, Kejagung sebelumnya menetapkan Alex Noerdin menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019. Alex Noerdin langsung ditahan.
“Tim penyidik meningkatkan status tersangka AN dan MM dengan dikeluarkannya sprindik Jampidsus tanggal 16 September 2021 atas tersangka MM. Untuk tersangka AN, dengan Sprindik Direktur Penyidikan Jampidsus nomor Sprin32/F.2/FB.2/09/2021 16 September 2021. Selanjutnya dengan penyidikan tersebut dikeluarkan penetapan tersangka terhadap MM dan AN,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam konferensi pers secara virtual di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (22/9/2021).
Dalam kasus ini, Alex sebagai mantan Gubernur Sumsel disebut berperan menyetujui kerjasama pembelian gas bumi antara PT PDPE dan DKLN untuk membentuk PT PDPDE Gas.
“Tersangka AN (Alex Noerdin) pada saat itu selaku Gubernur Sumsel periode 2008-2013 dan periode 2013-2018, yang melakukan permintaan alokasi gas bagian negara dari BP Migas untuk PDPDE Sumatera Selatan. Tersangka AN ini menyetujui dilakukannya kerjasama antara PT PDPDE dengan PT DKLN membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE-nya Sumsel untuk mendapat alokasi gas bagi negara,” katanya.
Dalam kasus ini sebelumnya telah ada 2 tersangka yang ditetapkan Kejagung, yaitu CISS selaku Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008 dan Direktur Utama PDPDE Sumsel, yang telah menandatangani perjanjian kerja sama antara PDPDE Sumsel dan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN).
Tersangka kedua adalah AYH selaku Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) sejak 2009 merangkap sebagai Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan juga Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 Tanggal 08 September 2021.
Kasus ini bermula pada 2010, ketika Pemprov Sumatera Selatan memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari DARI J.O.B PT. Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil and Gas Ltd., Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel.
Kemudian berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara itu adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel).
Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN), membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15% untuk PDPDE Sumsel dan 85% untuk PT DKLN.
Penyimpangan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan BPK RI sebesar USD 30.194.452.79 (tiga puluh juta seratus sembilan puluh empat ribu empat ratus lima puluh dua koma tujuh puluh sembilan sen dolar Amerika Serikat) yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun 2010-2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Serta kerugian keuangan negara sebesar USD 63.750,00 (enam puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh dolar Amerika Serikat) dan Rp 2.131.250.000,00 (dua miliar seratus tiga puluh satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Fik/TI)